Sabtu, 30 Agustus 2014

Kami menyebutmu Sang Komisaris, Ibu..


Assalamu'alaikum Bu...


Semoga Ibu selalu sehat dan tersenyum seperti terakhir kali aku melihatmu di rumah sakit sesaat sebelum aku harus meninggalkanmu untuk melaksanakan tugasku...
Sudah hampir berlalu 2 tahun sejak kepergianmu tapi aku masih saja merasa sama - Ibu, ada disini - menemaniku melewati semua badai dalam hidupku...
masih membanjiriku dengan senyum dan doa yang tak pernah kering...

Ibu, bagaimana aku harus bercerita tentangmu...
Kami selalu menyebutmu Sang Komisaris, pemilik segala hal dari anak-anakmu.
Senyatanya memang begitu, kami tak punya apa-apa tanpa dirimu.
Aku masih ingat ritual harian kita, prosedur ibu mendidik kami setiap hari
bangun pukul 4 pagi setiap hari, setelah sholat subuh semua mulai masuk pos tugas masing-masing.
Tak terkecuali ayah...

Tapi tahukah ibu, (mungkin ini ibu tak pernah tau) bahwa sejak kecil aku suka sekali berpura-pura tidur setiap ritual sebelum tidur malam dimulai. Ibu selalu mengajak kami untuk membersihkan diri sebelum tidur, dan aku selalu berjuang untuk melanggar aturan ibu...aku terlalu mengantuk untuk ke kamar mandi sehabis main. sehingga tiap melihat ibu masuk kamar untuk mengajakku ke kamar mandi, aku langsung berpura-pura tidur. Tapi ibu tak pernah menyerah...ibu akan membawa baskom air dan lap kecil kemudian mulai membersihkan tangan dan kakiku dan aku mengintip semua aktivitasmu dari sela-sela bulu mata.... Ah ibu, bertahun-tahun kemudian aku mengerti bahwa itu disebut DISIPLIN DAN KONSISTENSI. Untuk kedua hal itu, ibu adalah guru yang sangat hebat.

Ibu sering bilang padaku jika ingin hidupku berhasil maka aku harus mulai dari rumah dan diriku sendiri. Itulah alasan ibu untuk 'menyiksa' kami dengan segunung pekerjaan rumah dan jam tugas yang begitu ketat. Ibu tak pernah kenal kompromi dan tak pernah bisa diajak bernegosiasi. Belum lagi urusan bisnis, ibu sangat teliti dan cerdas. Tiap hari ibu adalah manager dan aku menjadi staf bagian penjualan merangkap sejumlah jabatan lain mulai menjual, menagih, membelanjakan sampai merancang besok jualan apa lagi. Aku tidak ditakut-takuti dengan hukuman jika korupsi (karena jabatanku banyak) tapi aku diajari bagaimana efek korupsi terhadap diriku dan bagaimana manfaatnya jika aku giat sehingga memperoleh keuntungan yang lebih tinggi. Kata ibuku neraka itu sangat mengerikan dan jika aku ingin berkumpul lagi dengan ayah, ibu dan saudara-saudaraku di surga, maka aku harus menjadi anak yang baik...hebat sekali nasihat ibu.

Ibu,
Jika mengenangmu, aku selalu teringat bahwa Ibu adalah orang terakhir yang makan dirumah setelah kami semua kenyang. Orang terakhir yang pergi tidur setelah kami lelap dan orang pertama yang kami lihat setiap kami bangun atau pulang dari manapun. Kami selalu memanggilmu setiap pulang kerumah dan tak akan berhenti mencarimu sebelum bertemu dan mencium tanganmu. Bagaimana ibu melakukannya? Ayah selalu mengingatkan kami bahwa surga ada ditelapak kakimu...bahwa kami harus lebih mendahulukan perintahmu daripada perintah ayah, bahwa kami harus selalu meminta restumu sebelum melakukan apapun...dan Ibu tak pernah menyetujui apapun jika Ayah tidak setuju. Ayah dan Ibu adalah tim yang sangat kompak. Ibu bahkan tak sekalipun pernah kulihat membantah ayah...

Aku ingat, setiap akan menghadapi ujian disekolah atau apapun yang kurasa berat, aku pasti datang padamu, bersimpuh dikakimu dan meminta doa darimu. Bahkan saat aku tak kunjung hamil, melalui tangan-tangan tuamu anugerah Allah itu datang. Ibu dengan sabar berdoa dan mengusap-usap perutku...dengan sabar menasehatiku dan dengan sabar membesarkan hatiku. Aku juga ingat bagaimana setiap habis sholat, Ibu tak pernah bisa diganggu karena sedang berdoa untuk kami anak-anakmu. Tak terhitung tetes airmatamu mendoakan keselamatan kami. Aku selalu berpikir aku tak akan pernah kehilanganmu Ibu...selalu merasa doamu tak akan pernah kering menemaniku.
Hingga saat Ibu kembali kepada Allah...aku tetap tak bisa mempercayai bahwa ibuku, sang komisaris itu telah berpulang. Bahwa aku sekarang sepi dari doamu. Setiap memalingkan wajah, aku tak lagi mendapati wajahmu yang selalu tersenyum menyambut kedatangan kami. Pada hari kepergianmu, aku merasa tiang-tiang penopang hidupku ikut runtuh...

Ibu, aku hampa tanpamu...
Bahkan melepas kepergianmu pun aku tak sempat.
Hanya senyum layumu di rumah sakit dengan sejumlah peralatan medis ditubuhmu yang tinggal dalam kenanganku...senyum lugu dan tegasmu...senyum yang mengisi hari-hari istimewaku bersamamu. Ibu sangat istimewa dihatiku. Ibu, aku akan berjuang untuk tetap menjadi anakmu yang baik dan aku menunggu janjimu bahwa kita akan berkumpul lagi kelak...ditempat yang indah.

Ibu,
Doakan aku agar bisa sepertimu, tangguh dan penuh cinta seperti dirimu...
Terimakasih sudah bersedia menjadi Ibuku...
Aku sangat bangga menjadi putrimu...
Karena Ibu aku ada, dan itu adalah anugerah yang tak akan pernah letih ku syukuri...
Selamat Jalan Sang Komisaris...

(Julie saidi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar