Ini Orang Terkaya Sejagat Sepanjang Masa
Reporter : Sayid | Rabu, 30 Juli 2014 08:01
Ilustrasi Mansa Musa (Sumber: Www.africanhistory-histoireafricaine.com/)
Sebuah penelitian mengungkapkan jika orang terkaya dunia sepanjang masa merupakan seorang muslim dari benua Afrika. Siapakah dia?
Dream - Bill Gates, Carlos Slim, dan Warren Bufett boleh saja menghiasai daftar orang terkaya dunia dalam beberapa tahun terakhir. Namun tahukah Anda, jika orang terkaya dunia sepanjang masa bukan lahir dari Amerika atau Eropa. Justru, miliarder ini lahir dari sebuah negara miskin Afrika, Mali.
Mansa Musa namanya. Dia merupakan kaisar kerajaan Mali di Afrika Barat. Ia memerintah pada tahun-tahun keemasan Mali antara 1312 dan 1337 M. Ia menjadi semacam selebriti internasional pada tahun 1324, tahun saat Marco Polo meninggal dunia.
Di tahun itu, Musa melakukan perjalanan sejauh 3.000 mil untuk menunaikan ibadah haji. Perjalanan spiritual yang memerlukan waktu sembilan bulan itu diiringi 60.000 kuli dan 80 unta. Masing-masing membawa 300 pounds emas.
Jika disesuaikan dengan inflasi saat ini, Mansa Musa membawa harta senilai US$ 400 miliar yang menempatkan dia sebagai orang terkaya nomor wahid dalam sejarah. Kekayaannya mengungguli harta keluarga Rothschild (US$ 350 miliar), John D Rockefeller (US$ 340 miliar) dan Henry Ford (US$ 199 miliar).
Kekuatan Mansa Musa
"Mansa" berarti raja raja atau kaisar, dan kerajaan Musa terbentang dari Samudera Atlantik di barat dan Sungai Niger di timur. Sepanjang wilayah ini dianggap sebagai penyimpanan garam dan emas terbesar di dunia.
Mengutip laporan theroot.com, selama tiga bulan tinggal di Kairo, Mesir, Musa mengatakan alasannya menjadi raja Mali kepada seorang penulis sejarah. Ia menceritakan bahwa pendahulunya, Abubakari II, berlayar dari menyeberangi Atlantik dengan 2.000 kapal (dan tambahan 1.000 perahu untuk air dan persediaan). Mereka tidak pernah kembali, dan tidak ada yang tahu nasib ekspedisi tersebut.
Para peneliti modern mengetahui tentang Mansa Musa melalui tenun dari Arab, sejarah lisan dan, mungkin yang paling penting, sejarawan abad ke-17 dari Timbuktu, Ibn al-Mukhtar. Pendiri dinasti Musa adalah Sundiata, yang kemungkinan adalah kakek atau paman Musa, menurut ensiklopedia Britannica.
Musa, seorang Muslim yang taat, diberitahu oleh peramal agar merencanakan sebuah perjalanan melewati gurun Sahara yang akan membawanya ke Mekah, tempat kelahiran Islam. Saat itu, perjalanan ke Mekah terasa seperti sebuah perjalanan ke sebuah planet yang jauh. Tapi itu menunjukkan bahwa nenek moyang Afrika ingin tahu tentang dunia luar dan bepergian seperti penjelajah lainnya. Ini bertentangan dengan stereotip bahwa mereka tetap tinggal di rumah mereka di benua menunggu untuk "ditemukan."
Dalam perjalanannya ke Mekah, Musa didampingi istri pertamanya. Perjalanan Musa dan istrinya diiringi tidak lebih dari 60.000 kuli dalam sebuah kafilah dengan 80 unta, masing-masing membawa 300 pounds emas. Hal itu tertulis dalam esai David Tschanz, Lion of Mali: The Hajj of Mansa Musa, di Makzan edisi Mei 2012.
Dalam esainya, Tschanz menuliskan kafilah itu dipimpin oleh 500 pewarta, mengenakan sutra Persia dan tongkat dengan bantalan emas yang berkilauan di bawah sinar matahari dan hampir membutakan siapa pun yang melihat mereka. Rombongan berikutnya adalah penjaga kerajaan yang membawa tombak dan pedang, sementara yang lain membawa bendera kerajaan mereka. Juga di belakangnya adalah rombongan 12.000 budak pribadi raja dan 500 pelayan istrinya.
Perjalanan ke Mekah
Dalam perjalanan ke Mekah, Raja Diraja Mali ini beristirahat selama tiga bulan di Kairo. Di sini, ia bertemu dengan sultan dan sebagai hasilnya, membantu membuka rute perdagangan penting ke Afrika Utara. Perjalanan dengan iring-iringan besar bukanlah tradisi pembesar Mali. Bahkan, saat berada di Kairo, Musa bercerita kepada sultan soal kisah hilangnya Abubakari II secara misterius. Namun sultan di Kairo tak begitu mempercayai cerita Mansa Musa. Berikut adalah cerita Musa kepada sultan Kairo.
"Penguasa yang mendahului saya percaya bisa mencapai ujung laut yang mengelilingi bumi (yang berarti Atlantik). Dia ingin mencapai itu dan bertekad untuk mematangkan rencananya. Jadilah dia membawa dua ratus kapal penuh dengan orang. Sedangkan kapal lain diisi emas, air dan perbekalan lainnya yang cukup untuk beberapa tahun. Ia memerintahkan sang kapten tidak kembali sampai mereka telah mencapai ujung laut, atau sampai ia kehabisan perbekalan dan air. Jadi mereka memulai perjalanan mereka. Namun mereka tidak kembali untuk waktu yang lama, dan, akhirnya hanya satu perahu kembali."
"Ketika ditanya, kapten menjawab: "O Pangeran, kami berlayar untuk waktu yang lama, sampai kami melihat di tengah-tengah laut sungai besar yang mengalir dengan derasnya. Perahu saya adalah yang terakhir; orang lain yang di depan saya, dan mereka tenggelam dalam pusaran air besar dan tidak pernah keluar lagi. Saya berlayar kembali untuk melarikan diri saat ini. "Tapi Sultan tidak percaya padanya. Ia memerintahkan dua ribu kapal berlayar bersama dia dan anak buahnya, dan seribu lebih untuk air dan perbekalan. Lalu ia memberi mandat pada saya jika dia tidak kembali. Dan dia berangkat dengan anak buahnya, tidak pernah kembali atau memberikan tanda-tanda kehidupan."
Meski pun tidak ada yang tahu pasti apa yang terjadi pada Abubakari II dan armada besarnya, para peneliti di Mali, seperti dilansir BBC pada tahun 2000, memperkirakan mereka berlayar hingga sejauh Brasil.
Selama di Mesir, Musa begitu murah hati dengan emas. Ia bahkan menjatuhkan pasar emas lokal dengan kemurahan hatinya itu hingga beberapa dekade berikutnya. Membaca tentang dia seperti membaca dongeng tentang pelayaran Marco Polo dan The Canterbury Tales dan The Pilgrim’s Progress semua dalam satu cerita.
Pada saat Musa kembali, ia nyaris tidak memiliki emas satu pun. Dia terpaksa harus meminjam emas dengan suku bunga yang tinggi. Tapi dia kembali dengna membawa sesuatu yang bernilai lain, seseorang arsitek Andalusia dan penyair terkenal Abu Ishaq al-Sahili. Dialah pelopor pembangunan istana berkubah di Mali.
Dalam 25 tahun pemerintahannya sebagai raja besar di Mali, Musa melakukan hubungan diplomatik dengan Maroko. Dia mengirim mahasiswa belajar di luar negeri. Sebagai akibat dari perjalanan haji yang terkenal itu, Musa telah menyebarkan legenda Mali melalui dunia Islam ke Eropa. Meski Musa telah meninggal selama 40 tahun, tapi legendanya sebagai "Singa Mali" tetap dikenang. (Ism)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar